Beberapa minggu belakangan ini adalah hari2 penuh pengalaman baru buat gue. Kemarin,untuk pertama kalinya gue masuk studio rekaman untuk nyanyiin lagu yg dibikin sama dosen gue.. Entah kenapa gue yg didaulat sebagai vokalis. Kira2 2 minggu ini gue dan seonbaenim (senior) latihan nyanyi lagu itu dgn perubahan sana sini.. aah,kemarin itu bener2 istimewa!! *ala chibi*
Gue kira pas take vokal gue bakal grogi abis sampe suara gue bergetar hebat,tapi ternyata ga sih..
Tapi,banyak bgt nada yg miss,fals dsb.. ya emang rada susah sih lagunya,feelnya lumayan dapet laah..
Pas take kemarin ternyata gue susah bgt menjangkau nada tinggi,alhasil pas nyanyi di bnada tinggi itu suara gue kaya chipmunk gt,asli aneh.. Gue nahan ketawa terus kalo denger suara gue sendiri..
Gara2 itu, seonbae sempet mikir kalo lagu itu mau dibikin duet aja.. Kebetulan ada cowo Korea temen seonbae gue yg ikut ngeliat proses rekaman,tapi dia bilang lagu itu ga cocok dibikin duet.. Ya juga sih..
Dia bilang lagu itu jg susah.. (emang susah kali oppa..)
Akhirnya,gue sendiri yg nyanyiin lagu itu dgn beberapa kali ngulang..
Operatornya selalu aja bilang,"fals" trus "kurang tinggi","kamu ngambilnya ketinggian"
Aaah,bener2 daah.. tapi sebenernya exciting sih.. Finally gue bisa menyelesaikan recording..
Dari siang sampe malem,bener2 perjuangan bgt deh.. Mudah2an hasilnya lumayan bagus ya.. (ga yakin gitu..)
Ada 1 orang aja yg mau dengerin gue uda bersyukur bgt,sebenernya gue ga mau denger suara gue sendiri..
karena gue ngerasa aneh dan geli sendiri..
Dan yg paling penting gue pengen berterima kasih buat para seonbaenim yg sabar bgt ngadepin gue dan mau gue repotin.. Mereka jg udah mentreat gue dgn baik..
Puji Tuhan bgt mereka orang yg asik dan baik,mau jemput gue kalo mau latihan,ditraktir makan,nyewa studio jg dibayarin.. Dan yg paling penting,mereka menjaga gue karena gue cewe satu2nya di band itu..
Dan thanks juga buat orang yg udah merekomendasikan gue sebagai pengisi vokal yaa..
Kesel gue sebenernya,karena lo ga bilang2 dulu sama gue!!
Fiuuh,lega,lega,legaa..
Thanks God for all this chances!!
Sunday, April 15, 2012
Monday, April 9, 2012
Perjalanan Mencari Tuhan...
19 tahun itu ternyata belum cukup untuk bisa menemukan apa yang paling kamu inginkan selama hidupmu.
Aku bukan seorang umat yang taat,bukan manusia yang selalu ingat Tuhan disaat senang..
Hidup diantara keyakinan yang berbeda itu bukan hal mudah..
Begitulah yang aku rasakan,tapi entah kenapa aku tak pernah mengeluhkannya.
Di saat pertama kali mengenal sekolah,aku tidak mempelajari keyakinan yang aku anut.
TK dan SD aku belajar mengenal agama Kristen.
Aku masih sedikit ingat cerita tentang Bangkitnya Tuhan Yesus,lahirnya Yesus dan cerita2 semacam itu.
Tapi mulai kelas 4 SD aku belajar agama yg kuanut sejak lahir. Hanya dari sekolah..
Orang tuaku bukan umat yang taat,aku ga pernah diajari tentang doa sehari-hari. aku belajar hanya dari sekolah.
Sejak saat itu entah kenapa aku berniat mempelajari agama Katolik,hingga detik ini.
Selama ini aku tetap berusaha mempelajari keyakinan yang kuanut,berdoa dengan cara yg dianjurkan oleh agamaku.
Aku termasuk awam dengan agamaku sendiri,jauh dibandingkan orang lain.
Aku berusaha menjalaninya pelan2,walaupun belum banyak yang kupelajari.
Saat SMA aku lebih rajin berdoa daripada biasanya. Tapi,walaupun aku bisa merasa lebih tenang aku belum merasakan sebuah kelegaan setelah "bercerita" dengan Tuhan.
Aku coba bertanya pada diri sendiri,sebenarnya apa aku merasa bahagia selama ini?
Aku sering mengeluh pada Tuhan,kenapa hidupku terasa sulit,jarang sekali aku bersyukur..
Sulit rasanya menemukan keajaiban Tuhan saat itu,aku merasa mukjizat Tuhan itu tak nampak padaku.
Aku pernah mengungkapkan keinginanku untuk berpindah keyakinan kepada orang tuaku.
Reaksi mereka membuatku lega. Semua keputusan ada di tanganku,mereka menyerahkan semuanya kepadaku.
Akhirnya aku memulainya dengan bertanya pada mama. Dulu,mamaku adalah seorang penganut Katolik. Tapi sejak menikah,mama mengikuti keyakinan papa.
Aku bertanya tentang doa2,dan cara2 menjadi seorang Katolik. Kemudian,aku bertemu dengan keluarga mama yang beragama Katolik. Saat itu aku ikut tes SNMPTN di Surabaya dan memperingati 40 hari meninggalnya nenekku.
Sebelum ujian masuk universitas,aku diajak sepupu dan om ku mengikuti misa di gereja untuk pertama kalinya.
Kagum dan terharu adalah kesan pertama saat aku masuk ke gereja. Aku mengikuti semua ritual dan proses saat Misa hari Minggu itu. Kesan lain yang terasa adalah kekeluargaan. Aku ga melihat ada kesenjangan disana. Semua tampak sama,tidak ada perbedaan status sosial. Mulai saat itu aku makin yakin dengan apa yang aku inginkan.
Aku mulai belajar doa2 dan cara berdoa yg paling dasar. Mama juga masih sering berdoa secara Katolik saat berdoa untuk kakek nenekku.
Saat ini aku sudah 2 kali mengikuti misa di gereja Katolik. Yang kedua adalah saat Misa Natal taun lalu. Aku ikut kakak sepupuku yang kuliah di Jogja pulang kampung ke daerah Ambarawa,Jateng. Aku ikut Misa Natal bersama dan merasakan kehangatan di tengah khidmatnya Misa.
Aku kagum melihat patung Bunda Maria yg tampak sangat indah. Aku mencoba mendengarkan khotbah Romo dan ikut menyanyikan lagu Natal.
Disitulah aku merasa Tuhan ada di tengah2 kami yang memujaNya. Aku merasakan Dia nyata.
Aku benar2 merasa Tuhan mendengar semua ceritaku,menangis penuh syukur di dalam doaku.
Aku merasa hidupku lebih mudah dan aku jadi lebih kuat..
Aku akan mulai dari awal,akan belajar mengenal Tuhan,aku mencoba mengumpulkan keyakinanku lagi dan akan memulai fase hidup baru sebagai seorang manusia..
Tuhan,jika memang ini yang terbaik,tuntun aku dalam jalanMu yang terang dan berkati aku di setiap jalan yang akan kulalui..
Aku bukan seorang umat yang taat,bukan manusia yang selalu ingat Tuhan disaat senang..
Hidup diantara keyakinan yang berbeda itu bukan hal mudah..
Begitulah yang aku rasakan,tapi entah kenapa aku tak pernah mengeluhkannya.
Di saat pertama kali mengenal sekolah,aku tidak mempelajari keyakinan yang aku anut.
TK dan SD aku belajar mengenal agama Kristen.
Aku masih sedikit ingat cerita tentang Bangkitnya Tuhan Yesus,lahirnya Yesus dan cerita2 semacam itu.
Tapi mulai kelas 4 SD aku belajar agama yg kuanut sejak lahir. Hanya dari sekolah..
Orang tuaku bukan umat yang taat,aku ga pernah diajari tentang doa sehari-hari. aku belajar hanya dari sekolah.
Sejak saat itu entah kenapa aku berniat mempelajari agama Katolik,hingga detik ini.
Selama ini aku tetap berusaha mempelajari keyakinan yang kuanut,berdoa dengan cara yg dianjurkan oleh agamaku.
Aku termasuk awam dengan agamaku sendiri,jauh dibandingkan orang lain.
Aku berusaha menjalaninya pelan2,walaupun belum banyak yang kupelajari.
Saat SMA aku lebih rajin berdoa daripada biasanya. Tapi,walaupun aku bisa merasa lebih tenang aku belum merasakan sebuah kelegaan setelah "bercerita" dengan Tuhan.
Aku coba bertanya pada diri sendiri,sebenarnya apa aku merasa bahagia selama ini?
Aku sering mengeluh pada Tuhan,kenapa hidupku terasa sulit,jarang sekali aku bersyukur..
Sulit rasanya menemukan keajaiban Tuhan saat itu,aku merasa mukjizat Tuhan itu tak nampak padaku.
Aku pernah mengungkapkan keinginanku untuk berpindah keyakinan kepada orang tuaku.
Reaksi mereka membuatku lega. Semua keputusan ada di tanganku,mereka menyerahkan semuanya kepadaku.
Akhirnya aku memulainya dengan bertanya pada mama. Dulu,mamaku adalah seorang penganut Katolik. Tapi sejak menikah,mama mengikuti keyakinan papa.
Aku bertanya tentang doa2,dan cara2 menjadi seorang Katolik. Kemudian,aku bertemu dengan keluarga mama yang beragama Katolik. Saat itu aku ikut tes SNMPTN di Surabaya dan memperingati 40 hari meninggalnya nenekku.
Sebelum ujian masuk universitas,aku diajak sepupu dan om ku mengikuti misa di gereja untuk pertama kalinya.
Kagum dan terharu adalah kesan pertama saat aku masuk ke gereja. Aku mengikuti semua ritual dan proses saat Misa hari Minggu itu. Kesan lain yang terasa adalah kekeluargaan. Aku ga melihat ada kesenjangan disana. Semua tampak sama,tidak ada perbedaan status sosial. Mulai saat itu aku makin yakin dengan apa yang aku inginkan.
Aku mulai belajar doa2 dan cara berdoa yg paling dasar. Mama juga masih sering berdoa secara Katolik saat berdoa untuk kakek nenekku.
Saat ini aku sudah 2 kali mengikuti misa di gereja Katolik. Yang kedua adalah saat Misa Natal taun lalu. Aku ikut kakak sepupuku yang kuliah di Jogja pulang kampung ke daerah Ambarawa,Jateng. Aku ikut Misa Natal bersama dan merasakan kehangatan di tengah khidmatnya Misa.
Aku kagum melihat patung Bunda Maria yg tampak sangat indah. Aku mencoba mendengarkan khotbah Romo dan ikut menyanyikan lagu Natal.
Disitulah aku merasa Tuhan ada di tengah2 kami yang memujaNya. Aku merasakan Dia nyata.
Aku benar2 merasa Tuhan mendengar semua ceritaku,menangis penuh syukur di dalam doaku.
Aku merasa hidupku lebih mudah dan aku jadi lebih kuat..
Aku akan mulai dari awal,akan belajar mengenal Tuhan,aku mencoba mengumpulkan keyakinanku lagi dan akan memulai fase hidup baru sebagai seorang manusia..
Tuhan,jika memang ini yang terbaik,tuntun aku dalam jalanMu yang terang dan berkati aku di setiap jalan yang akan kulalui..
Tuesday, April 3, 2012
Tatapan Langit dan Mentari
Namaku Mentari. Orang bilang,
namaku sesuai dengan kepribadianku. Ceria, penuh sinar yang mampu memberi
kehangatan dan semangat bagi orang-orang disekitarku. Sebenarnya aku hanyalah
seorang gadis remaja biasa yang ingin merasa berguna bagi orang lain. Ya..
walaupun aku selalu tampak ceria bukan berarti aku tidak pernah merasakan
kesedihan. Tentu saja aku punya tempat untuk bernaung dari segala masalah.
Matahari tidak akan mampu menyinari bumi jika tidak ada sesuatu yang menopangnya
dan memberinya tempat untuk terbit dan tenggelam. Langitlah tempat matahari
bernaung. Dan aku pun memiliki tempat untuk berlindung, yaitu seorang sahabat
yang tak akan pernah bisa kutinggalkan karena memang kita saling membutuhkan.
Dia adalah Langit. Bukanlah langit di atas sana, tapi nama sahabat laki-lakiku
ini adalah Langit.
Aku mengenal Langit kira-kira sebelas tahun lalu. Umurku
baru sembilan tahun saat pertama kali bertemu dengannya. Dia adalah murid baru
saat kami di kelas 4 SD. Hal konyol yang akan selalu kami ingat adalah saat
kami saling mengulurkan tangan kami untuk berkenalan.
“Hai,kenalin aku Langit. Pindahan dari Surabaya.
Nama kamu siapa?”
“La.. Langit? Wah nama kamu Langit ya? Aku Mentari..
Kita cocok ya..” ucapku dengan terkejut dan kemudian disusul dengan tawa kami
berdua yang merasa aneh dengan segala kebetulan ini.
“Wah, kayaknya kita bisa jadi temen baik ya… Nama
kita berhubungan banget.. Kamu bener-bener cerah kaya matahari, aku suka..”
“Ya? Makasih ya, aku juga pengen jadi temen
kamu..” jawabku dengan penuh antusias
khas anak-anak.
Sejak saat itulah, hubungan yang
terjalin dari nama itu terjalin menjadi sebuah hubungan persahabatan yang
begitu dekat. Walaupun begitu banyak hal-hal yang berbeda dari kami, aku tetap
merasa nyaman bersahabat dengan Langit. Kami sering bertengkar karena sifat dan
kesukaan kami yang sangat bertolak belakang. Namun, ada satu hal yang membuat
kami semakin dekat dan tak terpisahkan. Aku dan Langit sama-sama menyukai
bintang. Kami sering pergi bersama di malam hari untuk melihat bintang-bintang
yang bertebaran di langit yang gelap. Kami pergi ke bukit, lapangan atau ladang
yang luas di malam hari hanya untuk melihat kerlap-kerlip bintang yang indah.
Setiap kali pergi melihat bintang, Langit selalu membawa teropong kecil yang
digantungkan di lehernya dan menarik tanganku sambil berlari ketika melihat
bintang jatuh. Kebiasaan ini sangat kami nikmati hingga kami menikmati
saat-saat kami mulai tumbuh menjadi remaja di sekolah menengah. Kami tumbuh dan
mengenal hal-hal baru bersama tanpa melewatkan kesempatan untuk berbagi
berbagai macam hal baru yang kami temukan dan rasakan.
Saat itu aku dan Langit duduk di
kelas 2 SMP. Seperti biasa, saat langit malam cerah tak berawan dan dihiasi
bintang-bintang yang gemerlap, kami duduk berdua memandangi langit sambil
bercerita dan tertawa.
“Lang, ga berasa ya udah 4 taun kita ngeliat bintang bareng. Anehnya aku ga
pernah bosen lo..” kataku pada Langit sambil menerawang langit yang penuh
bintang dan ditemani bulan sabit.
“Bener juga ya Tar.. Kita udah sahabatan lumayan
lama ternyata, aku baru sadar deh. Mungkin nama kita yang bikin kita ga bisa
jauh-jauh ya.. Hahaha… “ kata-kata Langit membuatku juga ikut tertawa lepas.
“Oh ya? Ini bener-bener kebetulan yang ajaib tau!
Mungkin ga ya kita tetep sahabatan sampe tua? Would it be real for us?”
“ I wish we would, Tari.. We will grow old together,
don’t worry..” ucapnya sambil tersenyum dan mengusap kepalaku. Aku hanya
tertawa dan menepuk bahunya.
Selama ini kami bersahabat penuh dengan
rasa nyaman dan saling melindungi dan mengerti satu sama lain. Hingga kami
duduk di bangku SMP, kami selalu saling menjaga. Setelah aku berpikir bahwa aku
dan Langit tidak akan pernah bisa dipisahkan, ternyata dunia ini akan
memisahkan ikatan diantara kami berdua. Saat itu, seperti biasa kami pergi
bersama ke suatu tempat yang menjadi tempat favorit kami untuk mencari
ketenangan yaitu sebuah ayunan kecil di taman dekat sekolah kami. Kami duduk dan berayun-ayun sejenak di atas
ayunan. Tapi semua itu terasa sangat aneh bagiku. Suasana begitu sunyi, terasa
kaku dan tak ceria seperti biasanya. Kami hanya diam, tak tertawa atau bercanda
seperti yang biasa kami lakukan kapanpun dan dimanapun. Aku rasa kali ini kami
benar-benar menenangkan diri. Ditengah kebisuan itu, tiba-tiba Langit
mengulurkan tangannya ke arahku. Aku tersentak, di tangannya kulihat ada
sesuatu yang berkilauan. Aku mengamatinya dengan perasaan yang tak bisa
kujelaskan. Langit memberiku sebuah gelang berwarna perak dengan hiasan benda
langit favorit kami yaitu bintang.
“Tar, pake gelang
ini. Kamu kan suka banget pernak-pernik serba bintang. Hadiah perpisahan. Tapi
aku janji aku bakal ngirimin kado setiap kamu ulang taun. Maaf ya Tar, aku ga
pernah bilang ke kamu tentang rencana pemindahan ayahku ke luar kota..” ucap
Langit lirih sambil menggenggam gelang itu.
“Aku tau kok Lang,
tapi kamu ga harus nutupin itu semua kan. Kalo kamu terbuka sama aku, aku ga
akan kaget kaya gini.. Tapi kamu bakal balik lagi kan?” aku menjawab ucapan
Langit sambil menatap kearah kakiku, takut Langit melihat mataku yang
berkaca-kaca.
“Pasti Tar.. Sekarang
kamu ambil gelang ini, kamu pake. Aku juga pake kalung bintang yang pernah kamu
kasi ke aku waktu aku berhasil masuk ke SMP yang kita mau. Ini pengingat untuk
kita Tar, kalo nanti kita ketemu lagi..”
Akhirnya
aku sadar kita tidak akan pernah bisa mewujudkan hal yang kita inginkan sesuai
dengan rencana. Langit dan keluarganya kini pindah ke Kalimantan. Kami tetap
saling berkomunikasi selama 1 tahun. Setelah aku lulus SMP, aku dan keluargaku
pindah ke Bali karena ayahku diminta oleh sepupunya untuk mengurus
perusahaannya di Bali. Aku melanjutkan sekolah disana dan meninggalkan
sahabat-sahabat lamaku di Jogja. Merasakan suasana yang jauh berbeda membuatku
sedikit merasa tidak nyaman, tapi akhirnya aku bisa beradaptasi dengan baik.
Namun sayang, aku kehilangan kontak dengan Langit. Selama beberapa tahun, aku
bisa mengalihkan pikiranku dari sahabat terbaik yang paling ingin aku temui.
Kegiatan sekolah membuatku lupa akan hal itu. Mengalami masa remaja yang cukup
indah dan berkesan juga kurasakan saat itu. Tapi saat aku hanya diam sendiri,
aku melihat jalinan bintang yang melingkar di pergelangan tanganku. Saat itulah
aku selalu mengingat Langit, dan tiba-tiba kenangan kami terlintas seperti
lembar-lembar foto di dalam album.
Sejak
Langit pindah, setiap tahun aku mendapatkan kiriman hadiah. Bahkan sejak aku
tinggal di Bali, ia tetap mengirimkan kado ke rumahku yang sekarang ditinggali
tante dan sepupuku, Luna di Jogja. Sepupuku selalu mengirimkannya ke rumahku
setiap kali aku berulang tahun. Aku merasa penasaran, dan aku mencoba
menghubungi Luna untuk mencari jawabannya.
“Lun, paket yang kamu
kirim udah nyampe. Kenapa kamu ga telfon Langit aja dan kasi tau dia kalo aku
udah pindah?”
“Di paket yang dia
kirim ga ada nomer telfonnya Tar.. Alamatnya juga ga jelas. Cuma ada nama
jalan, tapi ga ada nomor rumah sama daerahnya. Nomor telfonnya yang lama juga
udah ga aktif kan..”
“Kenapa ga tanya tukang
kirimnya aja ya? Nomor telfon rumah di Jogja kan juga udah diganti, dia pasti
ga tau Lun..”
“Aku udah sempet
tanya kok Tar, tapi kata orang yang nganter paket di datanya juga sama. Aku
pernah dikasi nomor telfon lain juga, Cuma pas aku hubungin ga nyambung..
Jadinya aku ga kasi tau kamu Tar..”
“Duh, gimana ya Lun?
Masa kamu mau kirimin paket yang dikirimin Langit ke Bali terus? Kan kamu yang
repot jadinya..”
“Udah lah, ga papa
kok.. Itu kan kado buat kamu, ya harus dikasi ke kamu dong.. Kapan kamu ke
Jogja? Kita jalan-jalan bareng lagi..”
“Mudah-mudahan kalo
libur aku kesana Lun, aku juga mau ketemu temen-temenku.. Ya udah salam buat
Tante Nada ya Lun, makasih udah ngirimin
paketnya ya..”
“Oke Tar,take care
ya.. Salam juga buat keluarga kamu…”
Dan
jawabannya.. aku tak mendapatkan satupun informasi tentang keberadaan Langit.
Dia seperti merahasiakan dimana dia berada. Apa dia udah kembali ke Jogja? Aku
ingin mencari jawabannya. Jogja adalah tujuan pertamaku untuk mencari tahu
ujung dari semua keanehan ini.
Tak
terasa waktu berlalu dengan cepat. Tahun demi tahun sudah aku lewati. Aku tak
pernah melupakan kebiasaan lamaku yang sudah kulakukan sejak kecil. Melihat
bintang yang terhampar di langit tetap saja menarik walaupun kini tak ada lagi
teman yang paling setia menemaniku melihat benda langit yang paling kusukai
ini. Aku percaya, di tempat lain Langit juga akan melakukan hal yang sama
denganku. Aku selalu berdoa untuknya agar dia tetap baik-baik saja.
“Lang, bulan depan
ulang tahunku yang ke-18. Aku baru aja jadi mahasiswa. Harusnya kamu kasi aku
kado secara langsung.. Tapi aku yakin Lang, kamu itu sama seperti langit yang
aku liat di atas sana. Dimanapun aku berada, kamu selalu bisa melihatku dan
akan selalu melindungiku.. Dan aku juga akan selalu seperti matahari yang akan
selalu memberi cahaya, semangat dan kehangatan dan memerlukan langit untuk bisa
bergantung.. ” aku bergumam di dalam hati sambil memejamkan mata dan berdoa
untuknya.
Aku terpana menatap indah warnamu
Terpesona akan
keajaibanmu yang tanpa batas
Melukiskan berbagai
warna dan cerita dalam bentangan keindahan
Aku bernaung di bawah
cerahnya warna biru yang menghiasmu
Dan awan putih yang
beriringan memberi suasana teduh
Matahari, bulan dan
bintang bahagia dapat melukis suasana dalam dirimu
Kemanapun aku
melangkah, kau akan selalu menemani
Kemanapun aku pergi,
kaulah yang selalu kulihat
Pesona tak bertepi
yang mampu menghipnotisku
Membawaku melayang
menjelajah birunya angkasa
Kaulah langit,
tempatku merangkai impian
Merajut berbagai
imajinasi menjadi sebuah cerita dongeng
Layaknya mendayung
sebuah perahu di hamparan laut luas
Kau tak akan habis
aku jelajahi
Kau tak akan penuh
oleh gambaran cerita yang kujalin
Aku begitu
menginginkanmu, begitu mencintai langit yang penuh warna..
Berwarna biru disaat
cerah dan jingga saat senja menyapa
Menantikan langit itu
menyemburatkan keajaiban lain
Memberikan petunjuk keberadaan
dirimu yang lenyap
Menunjukkan cerita
indah yang tergores dalam senja yang terbalut jingga…
Meniti tangga menuju
mimpi yang tersihir menjadi cerita yang nyata..
Usiaku
sekarang 20 tahun. Hari ini aku merayakannya bersama keluargaku di Jogja.
Tepatnya ini adalah reuni. Aku juga mengundang teman-temanku yang masih tinggal
di Jogja. Dan lagi, aku teringat akan Langit. Sampai saat ini aku belum pernah
bertemu dengannya lagi setelah kado terakhir yang dia berikan saat ulang
tahunku yang ke-19. Diantara kado itu,terselip sebuah album kecil berisi
kumpulan foto saat kita masih merasakan indahnya dunia anak-anak. Dan ada satu
foto lagi yang membuatku terkejut. Foto Langit saat dia berada di sebuah pantai
yang indah di daerah Jogjakarta. Dibalik foto itu, Langit menuliskan kapan dan
dimana foto itu diambil.
“Sundak Beach,
Jogjakarta… 2009.03.04
Happy 19th Birthday
my dear Sun… We’ll meet again next year, I wish..
Really miss you my
little bestfriend, Mentari!”
Foto
itu diambil tepat sebulan sebelum hari ulang tahunku yang ke-19. Kado itu tepat
dikirim pada tanggal ulang tahunku dan dikirm ke rumah keluargaku di Jogja yang
sekarang ditinggali sepupuku, Luna. Karena itu, setiap tahun Luna mengirim
beberapa kado sekaligus 3 hari setelah ulang tahunku. Satu kado dari Luna
sendiri dan lainnya dari Langit. Luna sengaja mengirimnya sekaligus karena
Kadang-kadang Langit mengirimkan hadiah walaupun saat itu bukan hari ulang tahunku.
Sejak saat itu aku berpikir, mungkin Langit sudah kembali ke Jogja. Untuk
itulah, aku merayakan acara ulang tahunku yang ke-20 di Jogja. Aku berharap
dapat bertemu Langit saat itu. 2 hari sebelum ulang tahunku, aku sudah tiba di
Jogja dan mengundang teman-temanku sekaligus menanyakan kabar mereka dan
mencari tahu tentang keberadaan Langit. Tapi, tak satupun dari teman-temanku
yang juga mengenal Langit pernah bertemu dengannya akhir-akhir ini. Aku juga
sempat datang ke rumah Langit yang dulu. Dan pemilik rumah itu sekarang tidak
mengenal keluarga Langit sebagai pemilik terdahulu. Aku kembali teringat dengan
kalimat yang dia tulis di balik foto yang dikirimnya bersama kado berupa sebuah
buku novel dan strap handphone bintang. “We’ll meet again next year,I wish..”
dan aku mengingat wajah Langit yang ada di foto itu. Tubuhnya yang tampak tak
terlalu tinggi dengan kulit bersih yang dimilikinya masih jelas kuingat dan
tetap sama seperti dulu. Dan satu hal yang membuatku terharu saat menatap foto
itu adalah sebuah kalung dengan bandul bintang yang terbuat dari kristal kaca
yang aku berikan pada Langit sebagai hadiah saat kami berhasil masuk ke SMP
yang sama. Aku tak menyangka dia masih memakai dan menyimpan kalung bintang
itu. Sedangkan gelang bintang yang dia berikan padaku kini aku simpan di dalam
dompetku dan kadang memakainya jika aku teringat padanya atau pada hari ulang
tahunnya. Aku ragu hari ini dia akan datang ke rumahku di Jogja untuk
memberikan kado padaku. Aku tahu mungkin dia tidak akan datang, hanya kado yang
datang sebagai pengganti kehadirannya yang akan datang ke rumahku.
Satu per satu teman-teman masa
kecilku datang memberi selamat di pesta ulang tahunku. Seketika kami mengingat
lagi cerita-cerita lucu saat masa kecil kami. Bertukar cerita dan pengalaman setelah
kami terpisah dalam kurun waktu yang cukup lama. Suasana pesta begitu hangat
dan menyenangkan. Ini pertama kalinya aku merayakan ulang tahun dengan membuat
pesta setelah yang terakhir kali aku melakukannya saat berumur 13 tahun. Aku
menikmatinya, walaupun sedikit merasa terganjal dengan kemungkinan Langit akan
datang ke pestaku.
Luna, sepupuku tampak sibuk dengan
bolak-balik member salam pada tamu yang dating dan menjamu mereka dengan ramah.
Kebetulan teman-temanku juga mengenal Luna dengan baik karena dulu Luna adalah
kakak kelasku saat SMP. Sepertinya dia mengerti ada sesuatu yang membuatku
tampak tidak begitu tenang sebagai tuan rumah di pesta itu. Luna menghampiriku
dan tersenyum.
“Tar, ga usah grogi gitu.. Biar aku yang urus
semuanya. Aku tau kamu pasti nungguin kado dari Langit kan?”
“Ya sih Lun, tapi aku harap Langit juga bisa dateng
kesini untuk ngucapin selamat ulang taun secara langsung..” jawabku sambil
setengah menunduk menahan tangis.
“Ajaib kalo dia tau kamu ada disini sekarang Tar… Ya
udah, kita ketemu Om Andi sama Tante Via dulu yuuk.. Mereka baru dateng dari
Batam katanya..” ajak Luna sambil langsung menggandeng tanganku dan menarikku
keluar menuju taman kecil di belakang rumah.
Aku merasa sedkit lebih tenang
ketika bertemu dengan keluargaku dari luar kota yang juga menyempatkan diri
untuk datang ke acara ulang tahunku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak
merasakan hangatnya berkumpul bersama
keluarga seperti saat ini. Setidaknya ini adalh momen-momen penting yang jarang
sekali bisa aku dapatkan di waktu lain. Aku ingin Langit juga merasakan
kehangatan ini, karena aku ingat sekali ayah dan ibunya sama-sama anak
tunggal,dan begitupun dengan Langit. Dia selalu iri padaku saat aku berkumpul
dengan sepupu-sepupuku yang jumlahnya lumayan banyak. Langit hanya memiliki
segelintir sepupu, anak dari sepupu ayah dan ibunya. Aku tersadar lagi, dan
baru ingat kalau aku terus berharap Langit ada disini…
“Sayang, ada temen kamu yang dateng lagi tuh..
Samperin dulu deh..” Mamaku tiba-tiba menghampiriku dan membuatku sedikit
terkejut.
“Oh, iya Ma.. Tari kesana dulu yaa..” ucapku cepat
sambil bergegas menuju ruang tamu.
Aku
melihat ada seorang laki-laki berdiri di antara kumpulan teman-temanku.
Sepertinya aku pernah melihat sosok itu. Tapi, aku takut salah menebak lagi.
Tiba-tiba dia berbalik badan hingga aku dapat melihatnya. Aku menatapnya penuh
dengan rasa penasaran. Sesaat kemudian, aku ingat wajah itu seperti yang aku
lihat di foto. Langit… Itu Langit. Langit sahabat lamaku. Dia menatapku dan
tersenyum. Senyum khas yang aku ingat dan itu hanya bisa dilakukan oleh Langit.
Aku setengah berlari menuju ke arahnya. Tapi setelah menatapnya dari dekat, aku
membeku dan tidak bisa berbicara. Mengucapkan namanyapun terasa sangat sulit.
Aku terpana melihat siapa yang ada di depanku. Dan dia benar-benar datang di pesta
ulang tahunku yang ke-20 hari ini.
“Tari,ini bener kamu kan? Happy birthday dear, aku
beneran ketemu kamu kan?” Langit mengucapkan selamat ulang tahun dan
mengguncang bahuku. Aku tertawa kecil.
“Kamu ajaib Lang, kamu tau aku ada disini? Kamu
tega, baru mau ketemu sama aku sekarang..” balasku sambil memeluknya begitu
erat dan sedikit memukul lengannya.
“It’s surprise for you Tar.. Awalnya aku cuma mau
anter kado ini kok.. Tapi ternyata malah ada pesta.. Kebetulan banget ya!”
“No,you lie! Kamu tau kan aku sengaja bikin acara di
sini? Langiit,I really miss you.. Sejak kapan kamu balik ke Jogja?”
“3 taun yang lalu.. Aku sengaja ga bilang supaya
kamu tetep focus sama sekolah kamu di Bali..” kata langit sambil mengacak
rambutku yang tergerai.
“Jahat kamu Lang.. Tapi kamu kok tau aku bikin acara
di Jogja? Kemaren aku ke rumah kamu yang duku, malah ditempatin orang lain..”
“Rumahku pindah.. Aku sering dateng kesini kok,dapet
info dari Luna! Seminggu yang lalu aku kesini kok,Tanya aja sama Luna..” ucap
Langit tanpa rasa bersalah.
Aku
melihat Luna diantara kerumunan tamu. Aku memanggilnya dan menyuruhnya datang
ke arahku. Luna terkejut melihat sosok yang berdiri di sampingku.
“Lho mas, mau nganter kado lagi ya? Ini nih yang
namanya Mentari..” ujar Luna sambil menunjukku.
“Nganter kado? Maksudnya?” tanyaku yang benar-benar
tidak mengerti situasi ini.
“Mas ini pengantar paket yang ngirimin kado buat
kamu dari Langit itu looh.. Minggu lalu juga dia yang nganter kado, masih ada
kok di kamarku Tar..” jelas Luna.
“Lun,bener dia yang nganter kadonya? Dia ini Langit,
Lun..” tegasku sambil mengguncang lengan kanan Luna.
“Haah? Kamu Langit? Aku ga sadar kalo kamu itu
Langit..” Luna benar-benar tak menyangka.
“Pasti Kak Luna udah lupa, waktu aku sama Tari masuk
SMP, kak Luna udah kelas 3 kan? Jarang ketemu juga, jadinya ga ngenalin deh..
Maaf ya kak, pura-pura jadi tukang anter paket..” ucap Langit malu-malu sambil
menunduk dan menggaruk kepalanya. Aku memukul lengannya. Dia hanya meringis.
“Ya Tuhaan,ternyata kamu jadi tau semuanya deh,gila
ya kamu!” Luna bingung dan hanya menggelengkan kepalanya.
“Actingmu hebat Lang, bikin aku hampir gila! Berarti
kamu tau aku tinggal di Bali? Aaaah,nyebelin kamu Lang!” aku menyerbunya dengan
pukulan kecil ke lengannya.
“Aku udah tau semua,maafin aku Tar.. Aku ga langsung
bilang sama kamu,ya aku rasa sekarang saat yang tepat..” ucapnya pelan dan
membuatku ingat sosok Langit kecil.
“Ini bener-bener ajaib… Luna pun ketipu sama
penyamaran kamu.. Ya, tapi aku seneng banget bisa ketemu kamu lagi Lang, walaupun
baru sekarang..” kataku sambil menatapnya penuh haru.
“It’s just surprise for you.. I wanna make something
different aja gitu..”
“Boleh aja sih something different, tapi ga gitu
juga kan.. Langit jahat..”
“Udahlah Tar, paling ga Langit tetep mau ketemu kamu
kan? Ya udah, kita gabung sama yang lain yuuk.. Pasti mamanya Tari kaget banget
ketemu kamu Lang..” ucap Luna sambil mengajak kami bertemu Mama.
Pada
akhirnya, Mentari akan terus bergantung pada Langit. Keduanya akan saling
melengkapi dan memberi warna bagi kehidupan. Aku menemukan kembali sahabat
kecilku yang pernah hilang, dan kali ini dia tidak akan pergi lagi.
Persahabatan Langit dan Mentari akan terus abadi. Meski matahari terbit dari
barat dan langit runtuh, kami akan terus menggoreskan warna-warna indah yang
mampu memberikan berharganya arti sebuah persahabatan meskipun pernah terpisah.
Kami akan selalu beriringan, saling membutuhkan dan bekerjasama untuk mewarnai
dunia…
***
Christy Saesarianita
2012.04.02 (23:46)
2012.04.02 (23:46)
Subscribe to:
Posts (Atom)