Sunday, April 15, 2012

My First Time..

Beberapa minggu belakangan ini adalah hari2 penuh pengalaman baru buat gue. Kemarin,untuk pertama kalinya gue masuk studio rekaman untuk nyanyiin lagu yg dibikin sama dosen gue.. Entah kenapa gue yg didaulat sebagai vokalis. Kira2 2 minggu ini gue dan seonbaenim (senior) latihan nyanyi lagu itu dgn perubahan sana sini.. aah,kemarin itu bener2 istimewa!! *ala chibi*
Gue kira pas take vokal gue bakal grogi abis sampe suara gue bergetar hebat,tapi ternyata ga sih..
Tapi,banyak bgt nada yg miss,fals dsb.. ya emang rada susah sih lagunya,feelnya lumayan dapet laah..
Pas take kemarin ternyata gue susah bgt menjangkau nada tinggi,alhasil pas nyanyi di bnada tinggi itu suara gue kaya chipmunk gt,asli aneh.. Gue nahan ketawa terus kalo denger suara gue sendiri..
Gara2 itu, seonbae sempet mikir kalo lagu itu mau dibikin duet aja.. Kebetulan ada cowo Korea temen seonbae gue yg ikut ngeliat proses rekaman,tapi dia bilang lagu itu ga cocok dibikin duet.. Ya juga sih..
Dia bilang lagu itu jg susah.. (emang susah kali oppa..)
Akhirnya,gue sendiri yg nyanyiin lagu itu dgn beberapa kali ngulang..
Operatornya selalu aja bilang,"fals" trus "kurang tinggi","kamu ngambilnya ketinggian"
Aaah,bener2 daah.. tapi sebenernya exciting sih.. Finally gue bisa menyelesaikan recording..
Dari siang sampe malem,bener2 perjuangan bgt deh.. Mudah2an hasilnya lumayan bagus ya.. (ga yakin gitu..)
Ada 1 orang aja yg mau dengerin gue uda bersyukur bgt,sebenernya gue ga mau denger suara gue sendiri..
karena gue ngerasa aneh dan geli sendiri..
Dan yg paling penting gue pengen berterima kasih buat para seonbaenim yg sabar bgt ngadepin gue dan mau gue repotin.. Mereka jg udah mentreat gue dgn baik..
Puji Tuhan bgt mereka orang yg asik dan baik,mau jemput gue kalo mau latihan,ditraktir makan,nyewa studio jg dibayarin.. Dan yg paling penting,mereka menjaga gue karena gue cewe satu2nya di band itu..
Dan thanks juga buat orang yg udah merekomendasikan gue sebagai pengisi vokal yaa..
Kesel gue sebenernya,karena lo ga bilang2 dulu sama gue!!
Fiuuh,lega,lega,legaa..
Thanks God for all this chances!!


Monday, April 9, 2012

Perjalanan Mencari Tuhan...

19 tahun itu ternyata belum cukup untuk bisa menemukan apa yang paling kamu inginkan selama hidupmu.
Aku bukan seorang umat yang taat,bukan manusia yang selalu ingat Tuhan disaat senang..
Hidup diantara keyakinan yang berbeda itu bukan hal mudah..
Begitulah yang aku rasakan,tapi entah kenapa aku tak pernah mengeluhkannya.
Di saat pertama kali mengenal sekolah,aku tidak mempelajari keyakinan yang aku anut.
TK dan SD aku belajar mengenal agama Kristen.
Aku masih sedikit ingat cerita tentang Bangkitnya Tuhan Yesus,lahirnya Yesus dan cerita2 semacam itu.
Tapi mulai kelas 4 SD aku belajar agama yg kuanut sejak lahir. Hanya dari sekolah..
Orang tuaku bukan umat yang taat,aku ga pernah diajari tentang doa sehari-hari. aku belajar hanya dari sekolah.
Sejak saat itu entah kenapa aku berniat mempelajari agama Katolik,hingga detik ini.
Selama ini aku tetap berusaha mempelajari keyakinan yang kuanut,berdoa dengan cara yg dianjurkan oleh agamaku.
Aku termasuk awam dengan agamaku sendiri,jauh dibandingkan orang lain.
Aku berusaha menjalaninya pelan2,walaupun belum banyak yang kupelajari.
Saat SMA aku lebih rajin berdoa daripada biasanya. Tapi,walaupun aku bisa merasa lebih tenang aku belum merasakan sebuah kelegaan setelah "bercerita" dengan Tuhan.
Aku coba bertanya pada diri sendiri,sebenarnya apa aku merasa bahagia selama ini?
Aku sering mengeluh pada Tuhan,kenapa hidupku terasa sulit,jarang sekali aku bersyukur..
Sulit rasanya menemukan keajaiban Tuhan saat itu,aku merasa mukjizat Tuhan itu tak nampak padaku.
Aku pernah mengungkapkan keinginanku untuk berpindah keyakinan kepada orang tuaku.
Reaksi mereka membuatku lega. Semua keputusan ada di tanganku,mereka menyerahkan semuanya kepadaku.
Akhirnya aku memulainya dengan bertanya pada mama. Dulu,mamaku adalah seorang penganut Katolik. Tapi sejak menikah,mama mengikuti keyakinan papa.
Aku bertanya tentang doa2,dan cara2 menjadi seorang Katolik. Kemudian,aku bertemu dengan keluarga mama yang beragama Katolik. Saat itu aku ikut tes SNMPTN di Surabaya dan memperingati 40 hari meninggalnya nenekku.
Sebelum ujian masuk universitas,aku diajak sepupu dan om ku mengikuti misa di gereja untuk pertama kalinya.
Kagum dan terharu adalah kesan pertama saat aku masuk ke gereja. Aku mengikuti semua ritual dan proses saat Misa hari Minggu itu. Kesan lain yang terasa adalah kekeluargaan. Aku ga melihat ada kesenjangan disana. Semua tampak sama,tidak ada perbedaan status sosial. Mulai saat itu aku makin yakin dengan apa yang aku inginkan.
Aku mulai belajar doa2 dan cara berdoa yg paling dasar. Mama juga masih sering berdoa secara Katolik saat berdoa untuk kakek nenekku.
Saat ini aku sudah 2 kali mengikuti misa di gereja Katolik. Yang kedua adalah saat Misa Natal taun lalu. Aku ikut kakak sepupuku yang kuliah di Jogja pulang kampung ke daerah Ambarawa,Jateng. Aku ikut Misa Natal bersama dan merasakan kehangatan di tengah khidmatnya Misa.
Aku kagum melihat patung Bunda Maria yg tampak sangat indah. Aku mencoba mendengarkan khotbah Romo dan ikut menyanyikan lagu Natal.
Disitulah aku merasa Tuhan ada di tengah2 kami yang memujaNya. Aku merasakan Dia nyata.
Aku benar2 merasa Tuhan mendengar semua ceritaku,menangis penuh syukur di dalam doaku.
Aku merasa hidupku lebih mudah dan aku jadi lebih kuat..
Aku akan mulai dari awal,akan belajar mengenal Tuhan,aku mencoba mengumpulkan keyakinanku lagi dan akan memulai fase hidup baru sebagai seorang manusia..

Tuhan,jika memang ini yang terbaik,tuntun aku dalam jalanMu yang terang dan berkati aku di setiap jalan yang akan kulalui..

Tuesday, April 3, 2012

Tatapan Langit dan Mentari



Namaku Mentari. Orang bilang, namaku sesuai dengan kepribadianku. Ceria, penuh sinar yang mampu memberi kehangatan dan semangat bagi orang-orang disekitarku. Sebenarnya aku hanyalah seorang gadis remaja biasa yang ingin merasa berguna bagi orang lain. Ya.. walaupun aku selalu tampak ceria bukan berarti aku tidak pernah merasakan kesedihan. Tentu saja aku punya tempat untuk bernaung dari segala masalah. Matahari tidak akan mampu menyinari bumi jika tidak ada sesuatu yang menopangnya dan memberinya tempat untuk terbit dan tenggelam. Langitlah tempat matahari bernaung. Dan aku pun memiliki tempat untuk berlindung, yaitu seorang sahabat yang tak akan pernah bisa kutinggalkan karena memang kita saling membutuhkan. Dia adalah Langit. Bukanlah langit di atas sana, tapi nama sahabat laki-lakiku ini adalah Langit.
Aku mengenal Langit kira-kira sebelas tahun lalu. Umurku baru sembilan tahun saat pertama kali bertemu dengannya. Dia adalah murid baru saat kami di kelas 4 SD. Hal konyol yang akan selalu kami ingat adalah saat kami saling mengulurkan tangan kami untuk berkenalan.
“Hai,kenalin aku Langit. Pindahan dari Surabaya. Nama kamu siapa?”
“La.. Langit? Wah nama kamu Langit ya? Aku Mentari.. Kita cocok ya..” ucapku dengan terkejut dan kemudian disusul dengan tawa kami berdua yang merasa aneh dengan segala kebetulan ini.
“Wah, kayaknya kita bisa jadi temen baik ya… Nama kita berhubungan banget.. Kamu bener-bener cerah kaya matahari, aku suka..”
“Ya? Makasih ya, aku juga pengen jadi temen kamu..”  jawabku dengan penuh antusias khas anak-anak.
Sejak saat itulah, hubungan yang terjalin dari nama itu terjalin menjadi sebuah hubungan persahabatan yang begitu dekat. Walaupun begitu banyak hal-hal yang berbeda dari kami, aku tetap merasa nyaman bersahabat dengan Langit. Kami sering bertengkar karena sifat dan kesukaan kami yang sangat bertolak belakang. Namun, ada satu hal yang membuat kami semakin dekat dan tak terpisahkan. Aku dan Langit sama-sama menyukai bintang. Kami sering pergi bersama di malam hari untuk melihat bintang-bintang yang bertebaran di langit yang gelap. Kami pergi ke bukit, lapangan atau ladang yang luas di malam hari hanya untuk melihat kerlap-kerlip bintang yang indah. Setiap kali pergi melihat bintang, Langit selalu membawa teropong kecil yang digantungkan di lehernya dan menarik tanganku sambil berlari ketika melihat bintang jatuh. Kebiasaan ini sangat kami nikmati hingga kami menikmati saat-saat kami mulai tumbuh menjadi remaja di sekolah menengah. Kami tumbuh dan mengenal hal-hal baru bersama tanpa melewatkan kesempatan untuk berbagi berbagai macam hal baru yang kami temukan dan rasakan.
Saat itu aku dan Langit duduk di kelas 2 SMP. Seperti biasa, saat langit malam cerah tak berawan dan dihiasi bintang-bintang yang gemerlap, kami duduk berdua memandangi langit sambil bercerita dan tertawa.
“Lang, ga berasa ya udah 4 taun  kita ngeliat bintang bareng. Anehnya aku ga pernah bosen lo..” kataku pada Langit sambil menerawang langit yang penuh bintang dan ditemani bulan sabit.
“Bener juga ya Tar.. Kita udah sahabatan lumayan lama ternyata, aku baru sadar deh. Mungkin nama kita yang bikin kita ga bisa jauh-jauh ya.. Hahaha… “ kata-kata Langit membuatku juga ikut tertawa lepas.
“Oh ya? Ini bener-bener kebetulan yang ajaib tau! Mungkin ga ya kita tetep sahabatan sampe tua? Would it be real for us?”
“ I wish we would, Tari.. We will grow old together, don’t worry..” ucapnya sambil tersenyum dan mengusap kepalaku. Aku hanya tertawa dan menepuk bahunya.
Selama ini kami bersahabat penuh dengan rasa nyaman dan saling melindungi dan mengerti satu sama lain. Hingga kami duduk di bangku SMP, kami selalu saling menjaga. Setelah aku berpikir bahwa aku dan Langit tidak akan pernah bisa dipisahkan, ternyata dunia ini akan memisahkan ikatan diantara kami berdua. Saat itu, seperti biasa kami pergi bersama ke suatu tempat yang menjadi tempat favorit kami untuk mencari ketenangan yaitu sebuah ayunan kecil di taman dekat sekolah kami. Kami duduk dan berayun-ayun sejenak di atas ayunan. Tapi semua itu terasa sangat aneh bagiku. Suasana begitu sunyi, terasa kaku dan tak ceria seperti biasanya. Kami hanya diam, tak tertawa atau bercanda seperti yang biasa kami lakukan kapanpun dan dimanapun. Aku rasa kali ini kami benar-benar menenangkan diri. Ditengah kebisuan itu, tiba-tiba Langit mengulurkan tangannya ke arahku. Aku tersentak, di tangannya kulihat ada sesuatu yang berkilauan. Aku mengamatinya dengan perasaan yang tak bisa kujelaskan. Langit memberiku sebuah gelang berwarna perak dengan hiasan benda langit favorit kami yaitu bintang.
“Tar, pake gelang ini. Kamu kan suka banget pernak-pernik serba bintang. Hadiah perpisahan. Tapi aku janji aku bakal ngirimin kado setiap kamu ulang taun. Maaf ya Tar, aku ga pernah bilang ke kamu tentang rencana pemindahan ayahku ke luar kota..” ucap Langit lirih sambil menggenggam gelang itu.
“Aku tau kok Lang, tapi kamu ga harus nutupin itu semua kan. Kalo kamu terbuka sama aku, aku ga akan kaget kaya gini.. Tapi kamu bakal balik lagi kan?” aku menjawab ucapan Langit sambil menatap kearah kakiku, takut Langit melihat mataku yang berkaca-kaca.
“Pasti Tar.. Sekarang kamu ambil gelang ini, kamu pake. Aku juga pake kalung bintang yang pernah kamu kasi ke aku waktu aku berhasil masuk ke SMP yang kita mau. Ini pengingat untuk kita Tar, kalo nanti kita ketemu lagi..”
Akhirnya aku sadar kita tidak akan pernah bisa mewujudkan hal yang kita inginkan sesuai dengan rencana. Langit dan keluarganya kini pindah ke Kalimantan. Kami tetap saling berkomunikasi selama 1 tahun. Setelah aku lulus SMP, aku dan keluargaku pindah ke Bali karena ayahku diminta oleh sepupunya untuk mengurus perusahaannya di Bali. Aku melanjutkan sekolah disana dan meninggalkan sahabat-sahabat lamaku di Jogja. Merasakan suasana yang jauh berbeda membuatku sedikit merasa tidak nyaman, tapi akhirnya aku bisa beradaptasi dengan baik. Namun sayang, aku kehilangan kontak dengan Langit. Selama beberapa tahun, aku bisa mengalihkan pikiranku dari sahabat terbaik yang paling ingin aku temui. Kegiatan sekolah membuatku lupa akan hal itu. Mengalami masa remaja yang cukup indah dan berkesan juga kurasakan saat itu. Tapi saat aku hanya diam sendiri, aku melihat jalinan bintang yang melingkar di pergelangan tanganku. Saat itulah aku selalu mengingat Langit, dan tiba-tiba kenangan kami terlintas seperti lembar-lembar foto di dalam album.
Sejak Langit pindah, setiap tahun aku mendapatkan kiriman hadiah. Bahkan sejak aku tinggal di Bali, ia tetap mengirimkan kado ke rumahku yang sekarang ditinggali tante dan sepupuku, Luna di Jogja. Sepupuku selalu mengirimkannya ke rumahku setiap kali aku berulang tahun. Aku merasa penasaran, dan aku mencoba menghubungi Luna untuk mencari jawabannya.
“Lun, paket yang kamu kirim udah nyampe. Kenapa kamu ga telfon Langit aja dan kasi tau dia kalo aku udah pindah?”
“Di paket yang dia kirim ga ada nomer telfonnya Tar.. Alamatnya juga ga jelas. Cuma ada nama jalan, tapi ga ada nomor rumah sama daerahnya. Nomor telfonnya yang lama juga udah ga aktif kan..”
“Kenapa ga tanya tukang kirimnya aja ya? Nomor telfon rumah di Jogja kan juga udah diganti, dia pasti ga tau Lun..”
“Aku udah sempet tanya kok Tar, tapi kata orang yang nganter paket di datanya juga sama. Aku pernah dikasi nomor telfon lain juga, Cuma pas aku hubungin ga nyambung.. Jadinya aku ga kasi tau kamu Tar..”
“Duh, gimana ya Lun? Masa kamu mau kirimin paket yang dikirimin Langit ke Bali terus? Kan kamu yang repot jadinya..”
“Udah lah, ga papa kok.. Itu kan kado buat kamu, ya harus dikasi ke kamu dong.. Kapan kamu ke Jogja? Kita jalan-jalan bareng lagi..”
“Mudah-mudahan kalo libur aku kesana Lun, aku juga mau ketemu temen-temenku.. Ya udah salam buat Tante  Nada ya Lun, makasih udah ngirimin paketnya ya..”
“Oke Tar,take care ya.. Salam juga buat keluarga kamu…”
Dan jawabannya.. aku tak mendapatkan satupun informasi tentang keberadaan Langit. Dia seperti merahasiakan dimana dia berada. Apa dia udah kembali ke Jogja? Aku ingin mencari jawabannya. Jogja adalah tujuan pertamaku untuk mencari tahu ujung dari semua keanehan ini.
Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Tahun demi tahun sudah aku lewati. Aku tak pernah melupakan kebiasaan lamaku yang sudah kulakukan sejak kecil. Melihat bintang yang terhampar di langit tetap saja menarik walaupun kini tak ada lagi teman yang paling setia menemaniku melihat benda langit yang paling kusukai ini. Aku percaya, di tempat lain Langit juga akan melakukan hal yang sama denganku. Aku selalu berdoa untuknya agar dia tetap baik-baik saja.
“Lang, bulan depan ulang tahunku yang ke-18. Aku baru aja jadi mahasiswa. Harusnya kamu kasi aku kado secara langsung.. Tapi aku yakin Lang, kamu itu sama seperti langit yang aku liat di atas sana. Dimanapun aku berada, kamu selalu bisa melihatku dan akan selalu melindungiku.. Dan aku juga akan selalu seperti matahari yang akan selalu memberi cahaya, semangat dan kehangatan dan memerlukan langit untuk bisa bergantung.. ” aku bergumam di dalam hati sambil memejamkan mata dan berdoa untuknya.



Aku terpana menatap indah warnamu
Terpesona akan keajaibanmu yang tanpa batas
Melukiskan berbagai warna dan cerita dalam bentangan keindahan
Aku bernaung di bawah cerahnya warna biru yang menghiasmu
Dan awan putih yang beriringan memberi suasana teduh
Matahari, bulan dan bintang bahagia dapat melukis suasana dalam dirimu
Kemanapun aku melangkah, kau akan selalu menemani
Kemanapun aku pergi, kaulah yang selalu kulihat
Pesona tak bertepi yang mampu menghipnotisku
Membawaku melayang menjelajah birunya angkasa
Kaulah langit, tempatku merangkai impian
Merajut berbagai imajinasi menjadi sebuah cerita dongeng
Layaknya mendayung sebuah perahu di hamparan laut luas
Kau tak akan habis aku jelajahi
Kau tak akan penuh oleh gambaran cerita yang kujalin
Aku begitu menginginkanmu, begitu mencintai langit yang penuh warna..
Berwarna biru disaat cerah dan jingga saat senja menyapa
Menantikan langit itu menyemburatkan keajaiban lain
Memberikan petunjuk keberadaan dirimu yang lenyap
Menunjukkan cerita indah yang tergores dalam senja yang terbalut jingga…
Meniti tangga menuju mimpi yang tersihir menjadi cerita yang nyata..
Usiaku sekarang 20 tahun. Hari ini aku merayakannya bersama keluargaku di Jogja. Tepatnya ini adalah reuni. Aku juga mengundang teman-temanku yang masih tinggal di Jogja. Dan lagi, aku teringat akan Langit. Sampai saat ini aku belum pernah bertemu dengannya lagi setelah kado terakhir yang dia berikan saat ulang tahunku yang ke-19. Diantara kado itu,terselip sebuah album kecil berisi kumpulan foto saat kita masih merasakan indahnya dunia anak-anak. Dan ada satu foto lagi yang membuatku terkejut. Foto Langit saat dia berada di sebuah pantai yang indah di daerah Jogjakarta. Dibalik foto itu, Langit menuliskan kapan dan dimana foto itu diambil.
“Sundak Beach, Jogjakarta… 2009.03.04
Happy 19th Birthday my dear Sun… We’ll meet again next year, I wish..
Really miss you my little bestfriend, Mentari!”
Foto itu diambil tepat sebulan sebelum hari ulang tahunku yang ke-19. Kado itu tepat dikirim pada tanggal ulang tahunku dan dikirm ke rumah keluargaku di Jogja yang sekarang ditinggali sepupuku, Luna. Karena itu, setiap tahun Luna mengirim beberapa kado sekaligus 3 hari setelah ulang tahunku. Satu kado dari Luna sendiri dan lainnya dari Langit. Luna sengaja mengirimnya sekaligus karena Kadang-kadang Langit mengirimkan hadiah walaupun saat itu bukan hari ulang tahunku. Sejak saat itu aku berpikir, mungkin Langit sudah kembali ke Jogja. Untuk itulah, aku merayakan acara ulang tahunku yang ke-20 di Jogja. Aku berharap dapat bertemu Langit saat itu. 2 hari sebelum ulang tahunku, aku sudah tiba di Jogja dan mengundang teman-temanku sekaligus menanyakan kabar mereka dan mencari tahu tentang keberadaan Langit. Tapi, tak satupun dari teman-temanku yang juga mengenal Langit pernah bertemu dengannya akhir-akhir ini. Aku juga sempat datang ke rumah Langit yang dulu. Dan pemilik rumah itu sekarang tidak mengenal keluarga Langit sebagai pemilik terdahulu. Aku kembali teringat dengan kalimat yang dia tulis di balik foto yang dikirimnya bersama kado berupa sebuah buku novel dan strap handphone bintang. “We’ll meet again next year,I wish..” dan aku mengingat wajah Langit yang ada di foto itu. Tubuhnya yang tampak tak terlalu tinggi dengan kulit bersih yang dimilikinya masih jelas kuingat dan tetap sama seperti dulu. Dan satu hal yang membuatku terharu saat menatap foto itu adalah sebuah kalung dengan bandul bintang yang terbuat dari kristal kaca yang aku berikan pada Langit sebagai hadiah saat kami berhasil masuk ke SMP yang sama. Aku tak menyangka dia masih memakai dan menyimpan kalung bintang itu. Sedangkan gelang bintang yang dia berikan padaku kini aku simpan di dalam dompetku dan kadang memakainya jika aku teringat padanya atau pada hari ulang tahunnya. Aku ragu hari ini dia akan datang ke rumahku di Jogja untuk memberikan kado padaku. Aku tahu mungkin dia tidak akan datang, hanya kado yang datang sebagai pengganti kehadirannya yang akan datang ke rumahku.
Satu per satu teman-teman masa kecilku datang memberi selamat di pesta ulang tahunku. Seketika kami mengingat lagi cerita-cerita lucu saat masa kecil kami. Bertukar cerita dan pengalaman setelah kami terpisah dalam kurun waktu yang cukup lama. Suasana pesta begitu hangat dan menyenangkan. Ini pertama kalinya aku merayakan ulang tahun dengan membuat pesta setelah yang terakhir kali aku melakukannya saat berumur 13 tahun. Aku menikmatinya, walaupun sedikit merasa terganjal dengan kemungkinan Langit akan datang ke pestaku.
Luna, sepupuku tampak sibuk dengan bolak-balik member salam pada tamu yang dating dan menjamu mereka dengan ramah. Kebetulan teman-temanku juga mengenal Luna dengan baik karena dulu Luna adalah kakak kelasku saat SMP. Sepertinya dia mengerti ada sesuatu yang membuatku tampak tidak begitu tenang sebagai tuan rumah di pesta itu. Luna menghampiriku dan tersenyum.
“Tar, ga usah grogi gitu.. Biar aku yang urus semuanya. Aku tau kamu pasti nungguin kado dari Langit kan?”
“Ya sih Lun, tapi aku harap Langit juga bisa dateng kesini untuk ngucapin selamat ulang taun secara langsung..” jawabku sambil setengah menunduk menahan tangis.
“Ajaib kalo dia tau kamu ada disini sekarang Tar… Ya udah, kita ketemu Om Andi sama Tante Via dulu yuuk.. Mereka baru dateng dari Batam katanya..” ajak Luna sambil langsung menggandeng tanganku dan menarikku keluar menuju taman kecil di belakang rumah.
Aku merasa sedkit lebih tenang ketika bertemu dengan keluargaku dari luar kota yang juga menyempatkan diri untuk datang ke acara ulang tahunku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan  hangatnya berkumpul bersama keluarga seperti saat ini. Setidaknya ini adalh momen-momen penting yang jarang sekali bisa aku dapatkan di waktu lain. Aku ingin Langit juga merasakan kehangatan ini, karena aku ingat sekali ayah dan ibunya sama-sama anak tunggal,dan begitupun dengan Langit. Dia selalu iri padaku saat aku berkumpul dengan sepupu-sepupuku yang jumlahnya lumayan banyak. Langit hanya memiliki segelintir sepupu, anak dari sepupu ayah dan ibunya. Aku tersadar lagi, dan baru ingat kalau aku terus berharap Langit ada disini…
“Sayang, ada temen kamu yang dateng lagi tuh.. Samperin dulu deh..” Mamaku tiba-tiba menghampiriku dan membuatku sedikit terkejut.
“Oh, iya Ma.. Tari kesana dulu yaa..” ucapku cepat sambil bergegas menuju ruang tamu.
            Aku melihat ada seorang laki-laki berdiri di antara kumpulan teman-temanku. Sepertinya aku pernah melihat sosok itu. Tapi, aku takut salah menebak lagi. Tiba-tiba dia berbalik badan hingga aku dapat melihatnya. Aku menatapnya penuh dengan rasa penasaran. Sesaat kemudian, aku ingat wajah itu seperti yang aku lihat di foto. Langit… Itu Langit. Langit sahabat lamaku. Dia menatapku dan tersenyum. Senyum khas yang aku ingat dan itu hanya bisa dilakukan oleh Langit. Aku setengah berlari menuju ke arahnya. Tapi setelah menatapnya dari dekat, aku membeku dan tidak bisa berbicara. Mengucapkan namanyapun terasa sangat sulit. Aku terpana melihat siapa yang ada di depanku. Dan dia benar-benar datang di pesta ulang tahunku yang ke-20 hari ini.
“Tari,ini bener kamu kan? Happy birthday dear, aku beneran ketemu kamu kan?” Langit mengucapkan selamat ulang tahun dan mengguncang bahuku. Aku tertawa kecil.
“Kamu ajaib Lang, kamu tau aku ada disini? Kamu tega, baru mau ketemu sama aku sekarang..” balasku sambil memeluknya begitu erat dan sedikit memukul lengannya.
“It’s surprise for you Tar.. Awalnya aku cuma mau anter kado ini kok.. Tapi ternyata malah ada pesta.. Kebetulan banget ya!”
“No,you lie! Kamu tau kan aku sengaja bikin acara di sini? Langiit,I really miss you.. Sejak kapan kamu balik ke Jogja?”
“3 taun yang lalu.. Aku sengaja ga bilang supaya kamu tetep focus sama sekolah kamu di Bali..” kata langit sambil mengacak rambutku yang tergerai.
“Jahat kamu Lang.. Tapi kamu kok tau aku bikin acara di Jogja? Kemaren aku ke rumah kamu yang duku, malah ditempatin orang lain..”
“Rumahku pindah.. Aku sering dateng kesini kok,dapet info dari Luna! Seminggu yang lalu aku kesini kok,Tanya aja sama Luna..” ucap Langit tanpa rasa bersalah.
            Aku melihat Luna diantara kerumunan tamu. Aku memanggilnya dan menyuruhnya datang ke arahku. Luna terkejut melihat sosok yang berdiri di sampingku.
“Lho mas, mau nganter kado lagi ya? Ini nih yang namanya Mentari..” ujar Luna sambil menunjukku.
“Nganter kado? Maksudnya?” tanyaku yang benar-benar tidak mengerti situasi ini.
“Mas ini pengantar paket yang ngirimin kado buat kamu dari Langit itu looh.. Minggu lalu juga dia yang nganter kado, masih ada kok di kamarku Tar..”  jelas Luna.
“Lun,bener dia yang nganter kadonya? Dia ini Langit, Lun..” tegasku sambil mengguncang lengan kanan Luna.
“Haah? Kamu Langit? Aku ga sadar kalo kamu itu Langit..” Luna benar-benar tak menyangka.
“Pasti Kak Luna udah lupa, waktu aku sama Tari masuk SMP, kak Luna udah kelas 3 kan? Jarang ketemu juga, jadinya ga ngenalin deh.. Maaf ya kak, pura-pura jadi tukang anter paket..” ucap Langit malu-malu sambil menunduk dan menggaruk kepalanya. Aku memukul lengannya. Dia hanya meringis.
“Ya Tuhaan,ternyata kamu jadi tau semuanya deh,gila ya kamu!” Luna bingung dan hanya menggelengkan kepalanya.
“Actingmu hebat Lang, bikin aku hampir gila! Berarti kamu tau aku tinggal di Bali? Aaaah,nyebelin kamu Lang!” aku menyerbunya dengan pukulan kecil ke lengannya.
“Aku udah tau semua,maafin aku Tar.. Aku ga langsung bilang sama kamu,ya aku rasa sekarang saat yang tepat..” ucapnya pelan dan membuatku ingat sosok Langit kecil.
“Ini bener-bener ajaib… Luna pun ketipu sama penyamaran kamu.. Ya, tapi aku seneng banget bisa ketemu kamu lagi Lang, walaupun baru sekarang..” kataku sambil menatapnya penuh haru.
“It’s just surprise for you.. I wanna make something different aja gitu..”
“Boleh aja sih something different, tapi ga gitu juga kan.. Langit jahat..”
“Udahlah Tar, paling ga Langit tetep mau ketemu kamu kan? Ya udah, kita gabung sama yang lain yuuk.. Pasti mamanya Tari kaget banget ketemu kamu Lang..” ucap Luna sambil mengajak kami bertemu Mama.
            Pada akhirnya, Mentari akan terus bergantung pada Langit. Keduanya akan saling melengkapi dan memberi warna bagi kehidupan. Aku menemukan kembali sahabat kecilku yang pernah hilang, dan kali ini dia tidak akan pergi lagi. Persahabatan Langit dan Mentari akan terus abadi. Meski matahari terbit dari barat dan langit runtuh, kami akan terus menggoreskan warna-warna indah yang mampu memberikan berharganya arti sebuah persahabatan meskipun pernah terpisah. Kami akan selalu beriringan, saling membutuhkan dan bekerjasama untuk mewarnai dunia…
***
Christy Saesarianita
2012.04.02 (23:46)